(Dikutip dari Buku : Penelitian Pendidikan Biologi, Karya: DR. Bambang Subali, MS)

Sebagaimana telah dikemukakan pada pendahuluan, bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang datanya dihimpun dengan cara self report, artinya pihak yang diteliti diminta untuk melaporkan data tentang hal-hal yang diteliti yang ada pada diri mereka. Peneliti dapat berhadapan langsung dengan responden untuk melakukan wawacara atau peneliti menggunakan angket (questionnaire) untuk menghimpun datanya. Angket dapat disampaikan secara langsung kepada responden dapat pula dikirim melalui pos. Pada era modern seperti sekarang ni, angket dapat dikirim melalui email ke sekolah atau langsung kepada responden.


A. Jenis Penelitian Survei
Ada beberapa jenis penelitian yang dilakukan melalui survei.
Pertama
Survei untuk tujuan eksplorasi atau penjajagan. Dalam hal ini, peneliti tidak memiliki hipotesis atas permasalahan yang akan dipecahkan melalui survei yang dilakukaannya. Sebagai contoh pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang kurikulum baru maka peneliti dapat melakukan survey eksplorasi untuk mengetahui sikatp guru terhadap kurikulum baru tersebut. Peneliti juga dapat melakukan survey eksplorasi terhadap keputusan pemerintah menetapkan standar pendidikan yang baru selain kurikulum.
Kedua,
Penelitian survei juga ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan dalam kondisi tertentu. Misalnya, survei untuk mendeskripsikan seberapa jauh kurikulum baru telah terimplementasi di lapangan, termasuk di dalamnya deskripsi tentang usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengawal kurikulum baru tersebut. 
Ketiga
Penelitian survei untuk mencari penjelasan atau eksplanasi atas suatu keadaan. Seperti penelitian untuk mencari faktor-faktor yang menjadi peneyebab terjadinya anak putus sekolah, atau penyebab terjadinya kegagalan dalam mencapai prestasi dalam ujian nasonal. Dalam hal ini, apeneliti akan menghimpun bukti empiric tentang variable-variabel yang diduga menjadi penyebab tersebut.
Keempat
Penelitian survei untuk tujuan mengevaluasi keberhasilan program (efektifitas dan efisiensinya). Dalam hal ini dapat pula untuk mencari umpan balik sebagai dasar perbaikan terhadap program yang sedang berjalan (formatif) atau mencari umpan balik untuk mengambil keputusan apakah program perlu dievisi/diganti jika akan dilaksanakan kembali (sumatif). Seberapa jauh program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidijkan sebagai suatu bentu desentralisasi dan otonomi pendidikan sudah dapat berjalan akan data dijawab melalui penelitian survei evaluatif.
Kelima


Penelitian survei juga dapat untuk menggali prediksi atas suatu kebijakan yang akan diterapkan. Seperti adanya kebijakan akan diterapkannya kurikulum baru, akan dapat digali pendapat umum mengenai seberapa jauh kemungkinan keberhasilannya.
Ketujuh
Penelitian survei untuk membuat proyeksi ke depan. Misal dengan adanya kurikulum baru yang menurut penjelasannya sudah dikurangi muatan jam pertemuannya, apakah menjadikan peserta didik dapat meraih hasil yang lebih baik.
Kedelapan
Penelitian survei untuk tujuan operasional. Misalnya, survei untuk menggali berbagai factor yang akan mendukung dan menghambat penerapan suatu kebijakan baru, bagaimana jalannya kebijakan tersebut dan bagaimana hasil yang akan dicapai.

Kesembilan
Penelitian survei untuk mengembangkan indikator sosial secara berkala. Seperti survei untuk menentukan indicator pemerataan pendidikan, indikator tingkat pencapaian prestasi siswa secara nasional.

1. Penarikan Sampel dalam Penelitian Survei
Penelitian survei dapat dilakukan dengan mendata seluruh anggota populasi. Dalam keadaan demikian, disebut dengan istilah sensus. Oleh karena itu, ada yang menyatakan bahwa istilah survei dilakukan bila dikenakan pada sebagian populasi, atau dikenal dengan istilah survei sampel. Penarikan sampel pada penelitian survei dibedakan berdasarkan pada ukuran populasinya. Bila populasinya tidak terbatas atau tidak berhingga (infinite population/unknown population) maka penarikan sampel tidak dapat dilakukan secara acak/random sehingga dikenal dengan istilah nonrandom sampling. Bila populasinya terbatas, maka dapat dibuat kerangka sampel (sample frame) yang memuat daftar seluruh anggota populasi. Dengan adanya kerangka sampel apat dilakukan enarikan sampel secara acak (random). Dengan pengambilan sampel secara acak maka akan dapat dihindari kekeliruan yang sistematik (systematic error) dan akan dapat mewakili populasinya. Dengan kata lain, sampel menjadi bersifat representatif

a. Teknik tidak acak (non-random sampling)

Teknik non-random adalah teknik pengambilan sampel yang tidak mendasarkan diri pada prinsip peluang. Ada dua prosedur teknik non-random, yakni berikut ini.
1) Pengambilan sampel menurut kuota (quota sampling)
Pengambilan sampel menurut kuota (quota sampling) merupakan prosedur untuk memperoleh sampel dari populasi asal sudah memenuhi jumlah tertentu yang kita inginkan. Oleh karena dalam pelaksanaannya tanpa pertimbangan apa pun maka dikatakan pula sebagai teknik pengambilan sampel seadanya. Artinya, jika si peneliti memerlukan sampel terdiri dari 40 unit sampel maka ia akan mengambil “individu-individu” anggota populasi yang diteliti berturut-turut sampai diperoleh 40 unit sampel. Penelitian dengan teknik “quota sampling” biasanya dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi lapangan guna mengungkap apakah yang menjadi permasalahan penelitian benar-benar tampak fenomenanya. Dengan kata lain, data yang diperoleh melalui teknik “quota sampling”, dijadikan penguat oleh peneliti dalam mengungkapkan pokok permasalahan yang akan diselesaikan. Karena cara pengambilan sampelnya seadanya maka disebut pula dengan teknik pengambilan sampel secara aksidental (accidental sampling).
Sebagai contoh, suatu penelitian bertujuan untuk melihat munculnya sifat kenakalan dihubungkan dengan faktor penyebabnya. Dalam hal ini, ingin diteliti apakah faktor biologik, yakni faktor genetik, lebih kuat pengaruhnya dibanding faktor lingkungan. Untuk memperoleh data, peneliti mendatangi lembaga pemasyarakatan khusus anak-anak untuk memperoleh sampel. Hasil penelitian membuktikan bahwa kenakalan anak lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik. Permasalahannya, apakah kesimpulan yang diperoleh tersebut berlaku pada semua kenakalan yang terjadi di lapangan? Namun demikian, peneliti semakin yakin bahwa permasalahan kenakalan erat kaitannya dengan faktor lingkungan

sehingga perlu diteliti. Contoh lain, seorang peneliti ingin seberapa jauh sekolah menugaskan siswanya berkunjung ke kebun binantang sebagai kegiatan field study. Karena populasi pengunjung dari dulu sampai sekarang tidak terbatas jumlahnya, maka diambil sampel siswa yang berjunjung pada hari libur kenaikan kelas pada suatu tahun tertentu. Misalnya dari pembagian angket terjaring sebanyak 150 rombongan siswa SD dan 50 rombongan siswa SMP. Ternyata rombongan siswa SD yangke kebun binatang sebagai kegiatan field study hanya 40 rombongan, sedangkan SMP sebanyak 41 rombongan. Permasalahannya apakah keadan tersebut menggambarkan seluruh populasi penelitiannya?

2) Pengambilan sampel dengan pertimbangan (purposive sampling)
Pengambilan sampel dengan pertimbangan (purposive sampling) merupakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan tertentu setelah mengetahui karakteristik populasinya. Misalnya, untuk menyelidiki perilaku siswa yatim piatu dalam belajar pada umumnya dan belajar biologi pada khususnya, peneliti menggunakan sampel yang tinggal di rumah yatim piatu. Apakah populasi di rumah yatim piatu menggambarkan keseluruhan popukasi anak yatim piatu?

b. Pengambilan sampel secara acak (random sampling)
Pengambilan sampel secara acak (random sampling) mendasarkan diri pada prinsip peluang. Artinya, setiap “individu” anggota populasi yang diteliti harus memiliki peluang yang sama untuk dapat dijadikan sampel. Oleh karena itu, teknik random sampling juga disebut teknik probability sampling. Agar setiap individu anggota populasi berkesempatan untuk terpilih menjadi sampel dilakukan pengacakan atau perandoman yang dilakukan dengan cara diundi. Dengan cara demikian, sampel yang tercuplik benar-benar dapat mewakili populasinya.
1) Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling)
Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) diterapkan jika populasi penelitian benar-benar homogen. Untuk keperluan tersebut, peneliti harus menyiapkan kerangka sampling/kerangka pencuplikan (frame-sampling), yang tidak lain berupa populasi yang akan diambil sampelnya. Agar dapat menentukan kerangka sampling/kerangka pencuplikan, peneliti harus memiliki informasi berapa jumlah “individu” yang menjadi anggota populasinya. Dengan demikian, populasinya benar-benar terbatas atau berhingga jumlahnya. Setelah seluruh anggota populasi dicatat nomornya, kemudian dilakukan pengundian untuk memilih nomor-nomor anggota untuk diambil sebagai sampel. Cara pengundian dapat menggunakan tabel bilangan random yang tersedia pada Tabel 1-2 atau dengan cara lain. Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa dalam melakukan undian benar-benar tidak ada unsur memihak. Jadi, benar-benar dipilih secara acak atau randomContohnya, suatu penelitian bertujuan menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi penguasan konsep guru biologi yang telah tersertifikasi di P Jawa. Dari daftar guru yang tersedia di Dinas Provinsi di P. Jawa diketahui banyaknya guru Biologi yang tersertifikasi misalnya 1254 orang. Dengan demikian, ia dapat mengambil sampel secara acak, kemudia mendata seluruh faktor yang diduga menjadi penyebab (dengan cara memberikan angket) dan mendata penguasan kompetensinya (dengan cara melakukan tes kompetensi). Untuk mengetahui ukuran sampel digunakan tabel 1-1 sedangkan untuk menarik sampel dilakukan pengundian. Untuk melakukan pengundian digunakan tabel bilangan acak/random yang tersedia pada Tabel 1-2 dan 1-3. Tabel bilangan acak/random merupakan kumpulan angka yang disusun menurut deret dan kolom yang benar-benar tersebar secara acak. Oleh karena itu, nomor berapa pun yang terundi menurut tabel bilangan acak/random akan diakui keacakannya.

Hasil penelitian pada tingkat sampel diharapkan dapat digeneralisasikan sehingga dapat berlaku secara umum pada tingkat populasi. Oleh karena itu, ada dua kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama, yang menjadi populasi dalam penelitiannya juga merupakan populasi targetnya. Artinya, wilayah generalisasi dari kesimpulan yang diperoleh hanya berlaku pada populasi penelitiannya. Kemungkinan kedua, populasi penelitian hanya sebagian dari populasi target yang lebih besar yang memiliki karakteristik sebagaimana populasi penelitiannya. Dengan sendirinya wilayah generalisasi kesimpulannya akan menjadi lebih luas karena berlaku pada populasi target yang lebih besar daripada populasi penelitiannya.
2) Pengambilan sampel sistematik (systematic sampling)
Pengambilan sampel sistematik (systematic sampling) dapat dilakukan jika populasinya juga benar-benar homogen dan tersebar secara teratur. Dalam hal ini, pengundian hanya dilakukan untuk memilih nomor sampel yang pertama. Jika nomor sampel pertamanya sudah terpilih maka pengambilan nomor sampel kedua dan seterusnya didasarkan pada selang nomor yang konstan. Misalnya, setelah terundi sampel pertama adalah yang bernomor 6, yang diambil sebagai sampel kedua yang bernomor 16, sampel ketiga yang bernomor 26, demikian dan seterusnya, sampai dengan jumlah tertentu sesuai dengan tingkat presisi yang kita kehendaki. Besarnya selang nomor k untuk pengambilan n sampel dari populasi berukuran N adalah sebesar N/n. Agar dapat melakukan pengundian, kerangka sampelnya juga harus tersedia terlebih dahulu.
3) Pengambilan Sampel Acak Berlapis (Stratified Random Sampling)
Pengambilan sampel acak berlapis (stratified random sampling atau disingkat stratified sampling) dilakukan jika kita sudah mengetahui populasi tidak homogen. Oleh karena tidak homogen, populasi yang akan diteliti dikelompok-kelompokkan menjadi beberapa kelompok (strata) sehingga terjadi homogenitas pada masing-masing kelompok. Tentu saja perlu adanya informasi yang mendasar apa yang menjadikan populasi tidak homogen. Kemudian, harus dibagi menjadi berapa kelompok, agar tiap kelompok, anggotanya benar-benar homogen. Jika setelah diselidiki dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok maka akan diketahui pula berapa anggota masing-masing kelompok. Misal anggota kelompok I sebanyak N1kelompok II sebanyak N2, kelompok III sebanyak N3, kelompok IV sebanyak N4, dan kelompok V sebanyak N5 maka sampel yang terambil harus proporsional sesuai dengan ukuran tiap kelompok dalam populasinya. Dengan demikian, apabila kita mengambil sampel berukuran n, harus terdiri dari sampel sebanyak n1 dari kelompok I, n2 dari kelompok II, n3 dari kelompok III, n4 dari kelompok IV dan n5 dari kelompok V dengan perbandingan:
n1 : n2 : n3 : n4 : n5 = N1 : N2 : N3 : N4 : N5
Jika akan diambil sampel berukuran 83 dari populasi berukuran 500, dan setelah diselidiki populasi tersebut terdiri dari 3 kelompok (strata) masing-masing sebanyak 200, 175 dan 125 maka 83 sampel tersebut terdiri dari:
Sampel kelompok I = 200/500 × 83 = 33
Sampel kelompok II = 175/500 × 83 = 29
Sampel kelompok III = 125/500 × 83 = 21
4) Pengambilan sampel acak gugus (cluster sampling)
Pengambilan sampel acak gugus atau pengambilan sampel acak gerombol (cluster sampling) dilakukan jika populasi berada dalam suatu satuan tertentu yang terdiri dari gugusgugus (cluster). Oleh karena unit sampelnya berupa satuan gugus maka seluruh individu yang terdapat dalam suatu gugus akan menjadi sampel penelitian jika gugus yang bersangkutan terundi sebagai sampel. Pembagian populasi ke dalam gugus dapat berdasarkan wilayah, dapat pula berdasar pemilikan, dasar lain dengan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Pembagian ke dalam gugus hanya untuk memudahkan teknik pengacakan. Oleh karena itu, populasi diasumsikan benar-benar homogen. Misalnya, untuk memperoleh informasi tingkat penguasaan kompetensi dalam bentuk kompetensi kinerja siswa SD pada suatu kecamatan, diasumsikan bahwa seluruh SD yang tersebar pada kecamatan tersebut memiliki tingkat kesehatan siswa yang relatif homogen. Jika kecamatan tersebut terdiri atas 20 desa, berarti SD yang ada terbagi ke dalam 20 gugus SD. Dengan teknik cluster sampling, kemudian diambil secara acak 5 desa yang dijadikan sampel. Dengan sendirinya seluruh siswa SD yang terdapat di 5 desa tersebut menjadi sampel penelitian. Karena pembagian gugus berdasar area maka teknik pengambilan sampelnya juga disebut “cluster sampling” dengan pendekatan area maka disebut “area sampling”. Dalam hal ini kategorinya masih merupakan pengambilan sampel acak gugus sederhana atau simple cluster sampling karena pembagian populasi ke dalam gugus hanya dilakukan sekali atau satu tahap.Pembagian populasi ke dalam gugus dapat bertingkat atau beberapa tahap. Misal, untuk
populasi yang berada dalam suatu kabupaten, mula-mula diundi kecamatan mana yang akan dijadikan sampel. Dari masing-masing kecamatan yang terpilih sebagai sampel, diundi lagi desa mana yang akan dipilih sebagai sampel. Dengan demikian, pengambilan sampelnya menjadi bertahap. Oleh karena itu, tekniknya disebut teknik pengambilan sampel acak gugus bertahap (multi stage cluster sampling atau disingkat multi stage sampling).
3. Teknik Analisis Data Survei

Pada prinsipnya, teknik analisis data survei, data eksposfakto, ataupun data eksperimen sama saja, tergantung kepada tujuan penelitiannya, yakni
1. apakah akan mencari hubungan antar variabel yang diteliti,
2. apakah akan mencari perbedaan pada variabel tergayut akibat perbedaan atribut atau perbedaan level pada variabel bebasnya. Jika yang akan diselidiki adalah hubungan antara variabel bebas dan tergayutnya, maka yang akan diteliti apakah sifatnya
1. hubungan regresi (hubungan sebab akibat antara variabel prediktor dan variabel respons)
2. hubungan korelasi karena antara variabel tbebas dan variabel tergayut memiliki hubungan yang simeteris.
3. hubungan dependensi/ketergantungan karena datanya berupa data cacah.
Selain, itu pemenuhan pesyaratan suatu teknik analisis yang akan digunakan harus diperhatikan bila tujuannya akan membuat inferensi. Jika tidak akan membuat inferensi maka cukup dianalisis dengan teknik analisis statistika deskriptif. Jika akan membuat inferensi maka apakah memenuhi persyaratan keparameterikan ataukah tidak. Selain itu banyaknya variabel penelitian juga akan menentukan teknik analisis yang digunakan, yakni
1. Untuk data penelitian monovariat (penelitian tanpa variabel bebas) hanya dianalisis menggunakan statistika deskriptif.
2. Untuk data penelitian bivariat dan multivariat dapat dianalisis menggunakan analisis pembedaan dan analisis hubungan, terantung pada tujuan penelitiannya.
3. Bila data penelitian bivariat (satu variabel bebas dan satu variabel tergayut), baik variabel bebas dan tergayutnya merupakan data kuantitatif dan peneliti bertujuan mencari pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergayut maka digunakan uji regresi sederhana
4. Data penelitian multivariat dimana peneliti memiliki >1 variabel bebas dan satu variabel tergayut dan peneliti ingin mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tergayut digunakan uji regresi ganda.
5. Data multivariat dengan satu atau >1 variabel bebas dan >1 variabel tergayut, dan tujuannya adalah mencari perbedaan respons akibat pengaruh variabel bebas digunakan uji beda mltivariat. Analisis data pada penelitian bivariat dengan tujuan mencari perbedaan respons akibat perbedaan atribut/level variabel bebas, harus diperhatikan banyaknya atribut atau level variabel bebas, yakni
1. Jika hanya ada dua atribut/level variabel bebas maka hanya akan ada dua nilai rata-rata dari variabel tergayut/variabel respons yang akan diuji perbedaannya. Jadi ada dua nilai rata-rata yang masing-masing dimiliki oleh group/kelompok yang akan dibandingkan.
2. Jika ada k atribut/level variabel bebas maka akan ada k nilai rata-rata dari variabel tergayut/variabel respons yang akan diuji perbedaannya. Jadi ada k nilai rata-rata yang masing-masing dimiliki oleh grup-grup yang akan diperbandingkan. Jika peneliti ingin mengetahui perbedaan antara dua grup/kelompok yang diteliti, maka peneliti dapat menganalisis data menggunakan uji beda dua nilai rata-rata. Hal yang perlu diperhatikan adalah
1. apakah data yang dimiliki memenuhi persyaratan keparametrikan, dan
2. apakah nilai parameter (nilai rata-rata populasi) dari salah satu grup yang diteliti sudah diketahui ataukah tidak. Bila peneliti ingin mengetahui perbedaan antara beberapa grup/kelompok yang diteliti, maka peneliti dapat menganalisis data menggunakan uji beda k nilai rata-rata. Hal yang perlu diperhatikan adalah
1. apakah data yang dimiliki memenuhi persyaratan keparametrikan, dan
2. apakah nilai parameter (nilai rata-rata populasi) dari salah satu grup yang diteliti sudah diketahui ataukah tidak. Untuk mengingat kembali beragam teknik analisis data pelajar lagi statistika atau biometri karena teknik analisis data untuk penelitian sosial dan biologi nama dan ragamnya sama. Seperti, ada uji pembandingan terhadap nilai parameter dengan menggunakan uji z atau uji t-Student, uji beda dua nilai rata-rata parametrik dengan menggunakan uji t-Student data berpasangan dan uji tStudent data tidak berpasangan, secara nonparameterik ada uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan dan ada uji U Mann-Whitney untuk data tidak berpasangan. Untuk pembandingan beberapa nilai rata-rata digunakan uji ragam, baik uji ragam secara parameterik maupun secara nonparametrik. Uji ragam secara parameterik ada uji ragam eka arah/satu jalur, uji ragam dwii arah/dua jalur, dan uji ragam banyak arah/banyak jalur. Untuk uji ragam banyak jalur ada uji ragam banyak jalur tanpa interaksi dan uji ragam banyak jalur dengan interaksi. Untuk uji ragam secara nonparameterik ada uji ragam satu arah berperingkat Kruskal-Wallis, ada uji ragam dwi arah berperingkat Friedman.

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top