Oleh : Dr. Das Salirawati,
M.Si **
(Sumber : staff.uny.ac.id/.../Teori%20Micro%20Teaching_0.doc)
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan suatu
sistem yang di dalamnya terdapat berbagai komponen yang saling berinteraksi dan
bekerjasama dalam mencapai tujuan pembela-jaran. Oleh karena itu agar tujuan
pembelajaran tercapai dengan baik, semua komponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran harus diorganisasikan sebaik mungkin dalam format perencanaan yang
matang, sehingga ketika proses pembe-lajaran berlangsung seminimal mungkin
terjadi kesalahan yang disebabkan penem-patan atau pemilihan komponen yang
kurang tepat.
Sebagai seorang pendidik, salah
satu tugas utama adalah menyusun strategi pembelajaran agar proses pembelajaran
berjalan dengan lancar. Strategi adalah suatu cara untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bila kata strategi dihubungkan dengan
pembelajaran, maka diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan pendidik dalam
proses pembelajaran sebagai usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian semua tindakan pendidik apapun bentuknya yang berkaitan dengan
usahanya menuju keberhasilan pembelajaran termasuk strategi pembelajaran.
Salah satu strategi pembelajaran
yang sangat penting untuk dilakukan pendidik adalah mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas. Seorang pendidik
yang mengajar tanpa persiapan dapat diibaratkan seperti orang yang ingin
berjalan-jalan ke suatu tempat tetapi tidak mengetahui bagaimana cara untuk
sampai ke tempat tersebut dan apa saja yang dibutuhkan dalam perjalanan. Tentu
saja bisa sampai ke tempat yang dituju, tetapi kemungkinan waktu yang diperlu-kan
lebih lama, karena banyak halangan di jalan yang tidak siap diantisipasi
sebelum-nya, misalnya ternyata di tengah jalan hujan padahal tidak membawa payung
atau haus padahal tidak membawa minum, dan sebagainya. Selain itu karena tidak
tahu jalannya, kemungkinan banyak bertanya bahkan mungkin tersesat.
Seperti itulah gambaran seorang pendidik
yang tidak memiliki kesiapan dalam pembelajaran. Mengajar sekedar menyampaikan
apa yang terdapat dalam buku pegangan kepada
peserta
didik tanpa disertai perencanaan,
baik yang berkaitan de ngan penerapan suatu metode, penggunaan media, pemberian penguatan, evaluasi proses, maupun segala hal yang seharusnya diorganisasikan dalam bentuk perenca-naan pembelajaran. Demikian pentingnya persiapan dan perencanaan pembelajaran, sehingga bila seorang pendidik tidak menguasai cara-cara persiapan dan perencanaan pembelajaran yang baik, sudah dapat dipastikan bahwa pembelajaran yang dilakukan tidak akan berhasil secara optimal.
Berdasarkan
hal tersebut, maka penting bagi seorang pendidik untuk menda-patkan bekal yang
memadai agar dapat menguasai sejumlah kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh
seorang pendidik, baik melalui pelatihan maupun bimbingan, yang dikemas dalam
bentuk workshop maupun TOT, melalui preservice maupun inservice training. Salah satu bentuk preservice training bagi pendidik adalah melalui pembentukan
kemampuan mengajar (teaching skill),
baik secara teoretis maupun praktik. Secara praktik, bekal kemampuan mengajar
dapat dilatihkan melalui kegiatan micro
teaching atau pengajaran micro. Apakah micro
teaching itu, apa manfaat micro
teaching bagi seorang calon pendidik, kompetensi apa saja yang harus diberikan
kepada calon pendidik dalam micro
teaching agar mereka benar-benar dapat menjadi pendidik yang profesional,
dan bagaimana pelatihan micro teaching
dilakukan ? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut, maka pada kesempatan kali
ini marilah kita sharing dan bahas
bersama.
APAKAH MICRO
TEACHING ITU?
Micro
teaching atau pengajaran mikro adalah pelatihan tahap awal dalam
pembentukan kompetensi mengajar melalui pengaktualisasian kompetensi dasar
mengajar (Unit PPL UNY, 2007: 3). Pada dasarnya pengajaran mikro merupakan
suatu metode pembelajaran berdasarkan performa yang tekniknya dilakukan dengan
cara melatihkan komponen-komponen kompetensi dasar mengajar dalam proses
pembela-jaran, sehingga calon pendidik benar-benar mampu menguasai setiap
komponen satu persatu atau beberapa komponen secara terpadu dalam situasi
pembelajaran yang disederhanakan.
Bagian terpenting micro teaching adalah praktik mengajar
sebagai bentuk nyata ditampilkannya kompetensi yang telah dibekalkan kepada
calon pendidik. Pada umum-nya praktik micro
teaching dilakukan dengan model peerteaching,
karena model ini fleksibel dilaksanakan sebelum melakukan real-teaching dalam
kelas yang sesungguh-nya. Dalam micro
teaching calon pendidik dapat berlatih unjuk kompetensi dasar meng ajar
secara terbatas dan secara terpadu dari beberapa kompetensi dasar mengajar
dengan kompetensi (tujuan), materi, peserta didik, dan waktu yang relatif
dibatasi (di-mikrokan). Micro teaching
merupakan sarana latihan untuk berani tampil menghadapi kelas dengan peserta
didik yang beraneka ragam karakternya, mengendalikan emosi, ritme pembicaraan,
mengelola kelas agar kondusif untuk proses transfer ilmu, dan lain-lain,
Praktik micro teaching dilakukan
sampai calon pendidik dianggap sudah cukup memadai untuk diterjunkan dalam
praktik yang sesungguhnya.
APA MANFAATNYA MICRO
TEACHING BAGI SEORANG PENDIDIK
Micro
teaching yang dilatihkan secara intensif kepada calon pendidik, memiliki
banyak manfaat diantaranya calon pendidik menjadi:
1.
peka terhadap fenomena yang
terjadi di dalam proses pembelajaran ketika mereka menjadi kolaborator yang
mengkritisi teman yang tampil praktik mengajar;
2.
lebih siap untuk melakaukan
kegiatan praktik pembelajaran di sekolah/lembaga;
3.
dapat menilai kekurangan yang
ada dalam dirinya yang berkaitan dengan kompe-tensi dasar mengajar melalui
refleksi diri setelah praktik ke depan; dan
4.
sadar bagaimana membentuk
profil pendidik yang baik ditinjau dari kompetensi, performance (penampilan), attitude
(sikap), dan perilaku.
Melalui
micro teaching, seorang calon
pendidik akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, karena telah dilatih
secara baik dan dibekali kompetensi demi kompetensi, baik secara terpisah
maupun terpadu dalam satu kesatuan proses pembelajaran.
KOMPETENSI DASAR MENGAJAR
Kompetensi
adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu ke-mampuan tertentu
secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang dapat diamati dan diukur (Mukminan, 2003: 2). Hal ini berarti orang
yang memiliki kompetensi berarti ia memiliki kemampuan yang dapat diamati dan
diukur oleh orang lain.
Mengajar
adalah memberi pelajaran kepada peserta didik yang sedang belajar (Hardaniwati,
dkk., 2003: 8). Jika sistem pendidikan kita sebelumnya menganggap peserta didik
hanya sebagai objek belajar, maka saat ini sudah terjadi pergeseran dari teacher centered (pembelajaran berpusat
pada pendidik) menjadi student centered (pem-belajaran berpusat pada peserta didik),
artinya peserta didik tidak lagi sebagai objek tetapi sebagai subjek belajar.
Kata pengajaran juga sudah tidak digunakan lagi diganti dengan istilah
pembelajaran yang lebih bermakna terjadinya interaksi dua arah, yaitu pendidik
ke siswa dan sebaliknya. Dengan kata lain, pendidik hanya sebagai fasilitator
dan motivator di dalam proses perolehan konsep bagi peserta didiknya.
Dengan
bergesernya paradigma pendidikan tersebut, maka kompetensi dasar mengajar yang
harus dikuasai oleh calon pendidiknya menjadi lebih diperkaya dengan berbagai
kompetensi penguasaan metode pembelajaran yang mampu mengaktifkan peserta
didik. Demikian pula dalam kompetensi dasar lainnya, calon pendidik diharap-kan
lebih kreatif dan inovatif ketika mengajar, agar kelas menjadi lebih hidup.
Kompetensi
dasar mengajar dalam micro teaching
merupakan kemampuan minimal yang harus dicapai oleh calon pendidik yang
meliputi: memahami dasar-dasar micro
teaching, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), mempraktik-kan
keterampilan dasar mengajar terbatas dan terpadu, dan mengevaluasi praktik micro teaching. Calon pendidik harus
memahami dasar-dasar micro teaching,
seperti pengertian dan manfaat baginya sebelum menjadi pendidik yang sesungguhnya.
1. Penyusunan
RPP
Setiap orang jika akan melakukan suatu aktivitas, maka
akan berhasil dengan baik jika aktivitas tersebut direncanakan terlebih dahulu
secara matang. Demikian juga dalam melaksanakan proses pembelajaran, calon
pendidik seharusnya merencanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknya, agar
tujuan pembelajaran yang ditetapkan tercapai dengan baik. Hal ini tidak hanya
dilakukan oleh calon pendidik, tetapi juga oleh pendidik yang sudah lama
mengajar.
RPP disusun agar calon pendidik dalam melaksanakan
pembelajaran teren-cana dengan baik, karena melalui RPP mereka dapat menuangkan
berbagai metode atau model pembelajaran baru sesuai dengan karakteristik materi
yang akan disampai-kan dan karakter peserta didik. Hal ini karena dalam RPP
terkandung berbagai perencanaan, mulai dari tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, metode pembelajaran yang akan diterapkan, apersepsi yang akan
dilakukan di awal mengajar, sampai pada langkah-langkah pembelajaran dan
penilaian yang akan dilakukan.
Dapat kita bayangkan bagaimana kacaunya seorang pendidik
ketika mengajar tanpa persiapan sama sekali, meskipun dia merupakan pendidik
yang sudah berpe-ngalaman. Sebanyak apapun pengalaman seorang pendidik, tetap
penting untuk sedikit membuka buku dan mempersiapkan apa saja yang akan
dilakukan dalam pembelajaran yang akan dilaksanakan esok harinya. Terlebih lagi
jika pendidik sudah menyusun RPP, maka harus benar-benar dimanfaatkan sebagai
pegangan atau acuan dalam mengajar untuk setiap tatap muka.
RPP sangat besar manfaatnya bagi pendidik, karena dalam
merancang dan menyusun RPP pendidik diharapkan dapat menerapkan berbagai metode
pembela-jaran baru yang mungkin sesuai dan tepat digunakan untuk menyampaikan
materi, sehingga dapat membantu anak didik dalam menguasai materi tersebut.
Selain menerapkan metode baru, dalam RPP juga dapat dirancang pembelajaran yang
menarik dan menyenangkan dalam bentuk permainan maupun selingan menarik lainnya,
sehingga peserta didik termotivasi dan semangat mengikuti pelajaran.
Dalam menyusun RPP pendidik harus mencantumkan identitas
yang meliputi materi/topik yang akan disampaikan dan alokasi waktu. Secara
rinci RPP harus memu-at tujuan,
materi, metode, langkah-langkah kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, dan penilaian yang akan dilakukan untuk mengukur keberhasilan
pembelajaran.
Tujuan pembelajaran adalah
penunjuk keberhasilan belajar peserta didik yang akan dievaluasi di akhir
pembelajaran (penyampaian materi). Berdasarkan tujuan inilah kemudian dapat
dirumuskan soal-soal untuk melihat ketercapaiannya. Materi pembela-jaran adalah
materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode adalah cara yang tersusun dan teratur yang
digunakan untuk mencapai tujuan, sedangkan pembelajaran adalah suatu proses
kegiatan yang berupaya membe-lajarkan anak didik Jadi, metode pembelajaran adalah proses
kegiatan membelajarkan anak didik dengan menyajikan materi pelajaran kepada
peserta didik secara tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu (Atwi, 1993).
Ada berbagai metode pembelajaran yang biasa digunakan
pendidik, seperti metode ceramah, diskusi, tanya jawab, tugas, demonstrasi,
praktik, pemecahan masalah, dan
lain-lain. Baik buruknya suatu metode pembelajaran sangat tergantung kecakapan
pendidik dalam memilih dan menggunakan metode tersebut (Pasaribu dan
Simanjuntak, 1983). Pengguna metode memberi
warna dan nilai pada metode yang digunakan. Penggunaan metode yang tepat dapat
meningkatkan motivasi belajar anak didik. Penelitian di Jepang menunjukkan
bahwa keunggulan pembelajaran di Jepang terutama disebabkan oleh salah satunya peranan
pendidik yang mampu memilih metode pembelajaran (Aleks Masyunis, 2000).
Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan pembelajaran
terdiri dari unsur kegi-atan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Akan tetapi, dimung-kinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai
dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai
dengan modelnya. Sumber belajar menca-kup sumber rujukan, lingkungan, media,
narasumber, alat, dan bahan.
Komponen terakhir dalam RPP adalah penilaian yang
meliputi teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang akan digunakan
untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Baik teknik maupun bentuk
instrumen dipilih tergantung karakteristik materi, tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai, dan pertimbangan waktu.
Uraian rincian RPP tersebut adalah
RPP secara umum untuk para calon pendidik/instruktur yang tidak berhadapan
dengan peserta didik di tingkat SD, SMP, atau SMA, karena untuk pendidik (guru)
di tingkat sekolah tersebut memiliki format RPP yang baku yang mengacu pada
kurikulum yang berlaku. Namun sebenarnya yang terpenting bukan formatnya,
tetapi pada makna RPP tersebut sebagai pedoman renca-na seseorang yang akan
mengajar orang lain agar dapat berhasil dengan baik.
2. Keterampilan
Dasar Mengajar Terbatas
Disebut
terbatas karena terdiri atas berbagai keterampilan dasar mengajar yang terkait
erat dengan faktor teknik mengajar. Keterampilan ini harus dimiliki dan
dikuasai oleh calon pendidik. Adapun yang termasuk keterampilan dasar mengajar
terbatas adalah:
a. Keterampilan Membuka Pelajaran
Keterampilan membuka pelajaran dimaksudkan untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik siap secara mental dan penuh perha-tian
untuk memulai mengikuti pembelajaran. Pendidik harus mampu menarik perhatian
dan memotivasi peserta didik agar segera siap memperhatikan materi yang akan
dibicarakan pada pertemuan tersebut.
Jika ada pepatah “kesan pertama
begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda”, maka pada keterampilan membuka
pelajaran ini pendidik harus dapat memberi kesan yang “menggoda” agar peserta
didik “terperangah” dan “terpaku” seperti terkena magnet dan sihir dari sang
pendidik.
Kegiatan membuka pelajaran yang umum
berupa berdoa, presensi dan mena-nyakan peserta didik yang tidak hadir,
mengemukakan topik hari itu, mengaitkan topik dengan kehidupan sehari-hari atau
dengan topik pertemuan sebelumnya. Jika membu-ka pelajaran hanya demikian terus
menerus, maka lama-kelamaan peserta didik bosan dan sama sekali tidak tertarik
untuk mendengarkan.
Oleh
karena itu tugas pendidik untuk mencari trik atau kiat-kiat untuk dapat
menghidupkan suasana di awal pembelajaran, misalkan membawa media atau sesu-atu
yang nampak ganjil di mata anak didik tetapi ada kaitannya dengan topik hari
itu, atau bercerita sesuatu yang aktual yang berkaitan dengan topik, atau
tiba-tiba kita memberi kejutan “bernyanyi” dari suatu lagu terkenal yang
syairnya diganti dengan isi materi yang akan diajarkan. Semua itu tergantung
kreativitas kita, tetapi harus diingat kesan pertama ini pasti membekas di hati
anak didik, jadi usaha “mati-matian” harus kita lakukan. Ketertarikan peserta
didik akan membawa pengaruh positif pada kelan-caran proses pembelajaran dan
pembangkitan minat dan motivasi belajar mereka.
b. Keterampilan Menjelaskan
Menjelaskan merupakan keterampilan memberikan
informasi yang diorganisasi secara sistematis kepada peserta didik.
Keterampilan ini harus dimiliki calon pendidik, karena dengan keterampilan
menjelaskan yang baik dapat membantu peserta didik memahami dengan jelas semua
materi yang dipelajari, permasalahan yang berkaitan dengan materi, melibatkan
anak didik dalam berpikir, dan mendapatkan balikan yang berkaitan dengan
pemahaman peserta didik.
Keterampilan ini hanya dapat
dimiliki calon pendidik jika ia menguasai materi dengan baik, pandai berkomunikasi
lisan dengan penguasaan bahasa yang baik dan benar, sehingga bahasa mudah
dipahami dan tidak berbelit-belit, dan piawai dalam mencari analogi atau
ilustrasi terhadap konsep yang abstrak yang akan diajarkan.
Selain itu, modal terpenting yang
harus dimiliki calon pendidik agar dapat menjelaskan dengan baik adalah vokal
atau suara yang jelas dengan volume yang memadai dan intonasi bervariasi Volume
suara memegang peranan penting dalam keberhasilan menjelaskan karena volume
suara yang keras mampu membangkitkan otak untuk merespon suara akibat perintah
syaraf yang terdapat dalam telinga.
Penelitian yang dilakukan Lynch (1989: 37) menyatakan
bahwa faktor bahasa mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam membangun
konsep, seperti bagai-mana menggunakan kata penghubung yang bersifat logis,
ragam bentuk bunyi, makna, struktur, dan konteks kata. Penelitian serupa
dilakukan oleh Beek & Louters (1991: 391) yang hasilnya dari 234 maha(siswa) menunjukkan rerata skor masalah dalam
menyelesaikan tes yang diberikan pengajar yang berkaitan dengan bahasa
sebesar 87% dan 84%, artinya sumber utama kesulitan maha(siswa) dalam memahami
konsep terletak pada penggunaan bahasa.
Jadi, keterampilan menjelaskan
menuntut calon pendidik untuk pandai memilih bahasa sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik dan pandai menca-rikan jalan keluar peserta didik
untuk memperjelas konsep-konsep yang abstrak dan sulit dimengerti, misalnya
dengan analogi dan ilustrasi.
c. Keterampilan Memberikan Penguatan
Penguatan (reinforcement) adalah tanggapan pendidik terhadap perilaku peser-ta
didik yang memungkinkan dapat membesarkan hati mereka agar lebih terpacu dan
termotivasi dalam interaksi belajar-mengajar. Tujuan keterampilan ini adalah
untuk menumbuhkan perhatian, memelihara motivasi, memudahkan belajar, dan
meminimal-kan perilaku negatif dan mendorong tumbuhnya perilaku positif peserta
didik. Pengu-atan diberikan oleh pendidik sebagai penghargaan atas respon yang
diberikan anak didik terhadap pertanyaan atau hasil kerja mereka dengan harapan
dapat mening-katkan kemungkinan berulangnya kembali perilaku positif tersebut.
Bentuk penguatan yang diberikan
dapat berupa verbal (kata-kata), non verbal (mimik muka, gerak badan), dan
simbol/benda. Bentuk penguatan dipilih berdasarkan tahap perkembangan peserta
didik. Penguatan akan bermakna jika disampaikan seca-ra antusias, hangat,
ikhlas, diberikan seketika (tidak ditunda), dan tidak berlebihan.
d. Keterampilan Menggunakan Media dan Alat
Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin medium yang berarti
perantara atau penyalur. Menurut Yusufhadi Miarso (1984) media pembelajaran
adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada diri mereka yang belajar. Media yang menarik tentunya sangat
membantu dalam pemahaman suatu materi pelajaran, karena sesuatu yang menarik
dapat menimbulkan minat peserta didik, meningkatkan aktivitas berpikir, dan
mempertinggi daya ingat.
Menurut
Edgar Dale, pengalaman belajar manusia itu 75% diperoleh melalui indera
penglihatan, 13% melalui indera pendengaran, dan 12 % melalui indera lainnya.
Pendapat ini memberikan arti bahwa pembelajaran dengan alat bantu (media)
selain dapat menarik perhatian peserta juga sekaligus meningkatkan pemahaman
karena melibatkan indera penglihatan (Oemar Hamalik, 1994 : 53).
Keterampilan
menggunakan media dan alat pembelajaran sangat diperlukan agar mempermudah
peserta didik memahami materi, membantu mengkonkretkan konsep-konsep yang
abstrak, dan materi tersimpan lebih lama dalam ingatan karena mereka
menggunakan indera penglihatan ketika belajar. Sebagai pendidik di era global
saat ini, maka dituntut memiliki kreativitas yang tinggi dalam menciptakan
media dan alat pembelajaran sendiri, tanpa harus menunggu ketersediaan
fasilitas. Media yang baik adalah yang tepat guna, artinya sesuai dengan
karakteristik materi pembelajaran dan berdaya guna dalam memotivasi peserta
didik lebih keras lagi.
e. Keterampilan Menyusun Skenario Pembelajaran
RPP merupakan semacam skenario jika seseorang akan
melakonkan sesuatu peran. Memang seorang pendidik tidak ubahnya seperti aktor
atau aktris yang
sedang memerankan suatu adegan. Bila aktor harus menghayati peran yang diberikan
pada-nya, maka pendidik harus dapat menguasai materi yang akan disampaikan di
kelas. Peserta didik dapat diibaratkan sebagai penonton yang akan bersorak,
bertepuk tangan, dan tertegun bila pendidik sebagai aktor dapat berperan baik
dalam proses pembelajarannya, tetapi sebaliknya akan berseru “huu” dan malas
memperhatikan bila pendidik jelek dalam berperan. Disinilah letak mengapa
seorang pendidik harus dapat menarik perhatian peserta didik, sebab dialah
aktor di kelas. Meskipun dalam kuri-kulum baru peserta didik yang harus aktif
dan dominan, tetapi peran pendidik harus tetap menarik kalau ingin
pembelajarannya berhasil.
Adanya skenario pembelajaran sangat membantu pendidik
dalam merancang dan mempersiapkan pembelajaran secara lebih baik, sehingga
pembelajaran benar-benar efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
ditetapkan. Meskipun menyusun skenario telah dilakukan oleh hampir seluruh
pendidik, tetapi pada kenyata-annya banyak diantara mereka tidak benar-benar
menggunakannya sebagai pegangan atau acuan/rujukan ketika mengajar. Skenario
hanya dipandang sebagai kewajiban administrasi dan formalitas ketika ada
tinjauan dan monitoring dari penilik atau pengawas sekolah. Padahal skenario
merupakan sebuah rencana teknis yang mutlak diperlukan untuk menunjang
kelancaran pembelajaran di kelas.
f. Keterampilan Mengadakan Variasi
Variasi dalam kegiatan pembelajaran
adalah perubahan yang dilakukan pendi-dik dalam kegiatan pembelajaran yang
meliputi gaya
mengajar, penggunaan media pembelajaran, pola interaksi dengan peserta didik,
dan stimulasi. Keterampilan ini sa-ngat perlu dimiliki pendidik untuk
menghilangkan kebosanan peserta didik bila selalu melihat, merasakan, mengalami
sesuatu yang sama secara berulang dan terus mene-rus. Dengan variasi mengajar
dimaksudkan agar perhatian dan konsentrasi peserta didik kembali pada pelajaran
dengan memunculkan sesuatu yang baru bagi mereka, pembelajaran lebih hidup,
menarik, dan menyenangkan.
Variasi dalam gaya mengajar diantaranya variasi suara,
pemusatan perhatian, kesenyaapan, kontak pandang, gerakan badan dan mimik, dan
pergantian posisi guru. Variasi media pembelajaran, seperti media yang dapat
dilihat, didengar, diraba, dibau, dirasa, dan alat peraga yang dapat
dimanipulasi, baik media yang tersedia maupun buatan/kreasi sendiri. Variasi
pola interaksi dilakukan dengan meningkatkan intensitas interaksi pendidik –
peserta didik dan interaksi antar peserta didik. Variasi stimulasi berupa
motivasi pada berbagai aktivitas pembelajaran.
g. Keterampilan Membimbing Diskusi
Diskusi adalah suatu proses
interaksi verbal secara teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam
interaksi tatap muka yang informal dengan tujuan berbagi pengalaman atau
informasi, mengonstruksi konsep, mengambil suatu keputusan, atau memecahkan
masalah. Seorang calon pendidik harus memiliki keterampilan membim-bing diskusi
kelompok, agar diskusi menjadi terarah, sehingga tujuan diskusi tercapai secara
efisien dan efektif.
Selama ini sering terjadi pendidik
hanya memberi masalah untuk didiskusikan lalu meninggalkan begitu saja anak
didik untuk berdiskusi. Padahal harusnya pendidik membantu memusatkan
perhatian, memperjelas masalah, menganalisis pandangan peserta didik,
meningkatkan partisipasi berpendapat, dan menutup diskusi dengan simpulan. Selain
itu agar diskusi benar-benar tepat guna, maka topik diskusi harus dipersiapkan
agar relevan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
h. Keterampilan Mengelola Kelas
Mengelola kelas adalah menciptakan
dan memelihara kondisi belajar yang optimal bagi peserta didik dan
mengembalikan ke kondisi belajar yang optimal apabila terdapat gangguan dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain, mengelola kelas berarti mengkondisikan
kelas sedemikian rupa dan meminimalkan gangguan perilaku peserta didik agar
kondusif untuk belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
Keterampilan ini berkaitan dengan
kemampuan pendidik untuk berinisiatif dan mengendalikan kegiatan pembelajaran
sedemikian rupa, sehingga pembelajaran ber-jalan secara optimal, efisien, dan
efektif. Keterampilan yang perlu dikuasai antara lain: menunjukkan sikap
tanggap, membagi perhatian, memusatkan perhatian kelompok, menuntut tanggung
jawab, memberikan petunjuk yang jelas, menegur, dan membe-rikan penguatan.
Semua bentuk pengelolaan kelas akan berhasil jika dilakukan dengan kehangatan,
antusias, luwes, ramah, dan penuh perhatian yang tulus. Perlu dihindari
pengelolaan yang berlebihan, tidak pada tempatnya, bertele-tele, dan
pengulangan penjelasan yang tidak perlu.
i. Keterampilan Bertanya
Bertanya merupakan salah satu
aktivitas pendidik ketika sedang mengajar. Pertanyaan dapat berupa pertanyaan
dasar maupun pertanyaan lanjut. Pengajuan per-tanyaan oleh pendidik dimaksudkan
untuk mengurangi dominasi pendidik, mendorong keberanian peserta didik
berpendapat, meningkatkan partisipasi dan kemampuan berpikir peserta didik.
Dalam mengajukan pertanyaan ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti: pertanyaan harus jelas,
memancing pendapat/keaktifan, penyebaran sasaran yang ditanya, pemberian waktu
berpikir (waktu tenggang), peningkatan kualitas perta-nyaan, dan penggunaan
pertanyaan pelacak. Prinsip pengajuan pertanyaan, yaitu kehangatan dan antusias
dalam bertanya, menghindari pengulangan jawaban peserta didik, menjawab
pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan yang memancing jawab-an serentak,
pertanyaan ganda, menunjuk peserta didik sebelum pertanyaan diajukan,
memberikan pertanyaan sulit kepada anak didik yang kurang pandai. Selain itu
setiap jawaban peserta didik harus ditanggapi dengan baik, tidak dijatuhkan
atau dipermalu-kan yang hanya membuat jera anak didik tersebut dalam menjawab.
j. Keterampilan Mengevaluasi
Siapapun yang melakukan tugas
mengajar, perlu mengetahui akibat dari peker-jaannya. Pendidik harus mengetahui
sejauhmana peserta didik telah menyerap dan menguasai materi yang telah
diajarkan. Sebaliknya, peserta didik juga membutuhkan informasi tentang hasil
pekerjaannya. Hal ini hanya dapat diketahui jika seorang pendidik melakukan
evaluasi. Sebelum melakukan evaluasi, maka guru harus melaku-kan penilaian yang
didahului dengan pengukuran.
Pengukuran hasil belajar adalah
cara pengumpulan informasi yang hasilnya dapat dinyatakan dalam bentuk angka
yang disebut skor. Penilaian hasil belajar adalah cara
menginterpretasikan skor yang diperoleh dari pengukuran dengan mengubahnya
menjadi nilai dengan prosedur tertentu dan menggunakannya untuk mengambil
keputusan. Jadi penilaian sudah mencakup pengukuran hasil belajar.
Evaluasi memiliki arti yang
lebih luas dari penilaian, yaitu penggunaan hasil penilaian untuk mengambil
keputusan, seperti untuk menentukan kelulusan, penem-patan, penjurusan, dan
perbaikan program. Jadi, evaluasi mencakup penilaian sekaligus pengukuran,
namun alat evaluasi sering disebut juga alat penilaian.
Menurut Cizek (2000: 16), evaluasi adalah suatu proses
penentuan nilai atau harga dengan mempertimbangkan hasil observasi atau koleksi
data yang diperoleh. Pengertian evaluasi yang sederhana disampaikan oleh
Sudiyono (1998: 8), yaitu evaluasi dipandang sebagai kegiatan atau proses untuk
mengukur dan selanjutnya menilai sejauhmana tujuan yang telah ditetapkan sudah
dapat dilaksanakan.
Seorang pendidik harus menguasai
keterampilan membuat dan mengembang-kan instrumen evaluasi/penilaian (tes
maupun non tes), memilih bentuk instrumen yang tepat, melakukan evaluasi,
menganalisis hasil evaluasi, dan memberikan tindak lanjut terhadap hasil
evaluasi.
k. Keterampilan Menutup Pelajaran
Merupakan kegiatan yang dilakukan
pendidik untuk mengakhiri kegiatan inti pembelajaran. Menutup pelalajaran dapat
dilakukan dengan merangkum inti materi yang telah disampaikan dengan cara tanya
jawab dengan peserta didik atau membuat ringkasan, mengevaluasi, memberi tugas
yang sesuai, bermakna, dan bermanfaat.
Ketika menutup pelajaran hendaknya tidak monoton. Hal ini
karena meskipun hanya menutup pembelajaran, tetapi sebenarnya langkah ini
merupakan kunci keberhasilan pendidik memotivasi peserta didik untuk ”rindu”
dan ingin berjumpa dengan pendidik dan mata pelajarannya. Oleh karena itu,
penutup jangan hanya diisi dengan kegiatan biasa (PR, tanya jawab, simpulan),
tetapi cobalah memberikan aktivitas yang menyenangkan, sehingga anak didik terkesan
dan menunggu kehadiran kita di pertemuan berikutnya. Layaknya sinetron yang
berhenti pada cerita yang menggantung dan membuat penasaran, maka dalam menutup
pembelajaranpun pendidik hendaknya melakukan hal demikian. Buatlah anak didik
senang, gembira, terkesan, dan ingin bertemu lagi dengan kita.
2. Keterampilan
Dasar Mengajar Terpadu
Keterampilan
dengan melatihkan berbagai keterampilan kepada calon pendidik pada saat praktik
pengajaran mikro yang merupakan bentuk lanjut keterampilan dasar mengajar
terbatasyang dipilih dan ditentukan berdasarkan urgensinya pada penga-jaran
mikro. Kata terpadu menunjukkan bentuk perpaduan dari beberapa keterampilan
mengajar, mulai dari keterampilan menyusun RPP sampai keterampilan proses
pem-belajaran (praktik). Jadi, pada keterampilan dasar terpadu seorang calon
pendidik diamati mulai dari kebenaran RPP yang disusun, penampilan ketika
mengajar, kepia-waian menggunakan bahasa, sampai pada volume dan intonasi
suara.
HAL-HAL YANG HARUS DIKETAHUI PENDIDIK SEBELUM MENGAJAR
Sebelum mengajar, seorang pendidik
perlu mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelancaran
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Namun sebelum mempersiapkan, banyak hal
yang harus diketahui pendidik agar persiapan yang dilakukan benar-benar sesuai
dengan situasi dan kondisi yang akan dihadapi, baik yang menyangkut kondisi peserta
didik, sarana prasarana sekolah, keadaan kelas, lingkungan sekolah, dan
lain-lain.
1. Kondisi Peserta didik
Informasi tentang kondisi peserta
didik sangat diperlukan pendidik, karena bagaimanapun yang menjadi objek
sekaligus subjek belajar adalah peserta didik. Hal ini berarti sebelum mengajar
pendidik harus mengetahui terlebih dahulu tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan kondisi peserta didik, agar perencanaan yang disusun benar-benar tepat
sasaran. Beberapa kondisi peserta didik yang harus diketahui pendidik sebagai entering behavior (Syaiful Bahri
Djamarah dan Aswan Zain, 1997 : 12-13) antara lain: tingkat kecerdasan (IQ), tingkat kematangan (maturation), tingkat penguasaan (mastery), tingkat kecerdasan emosional
(EQ), motivasi dan minat belajar, latar belakang sosial-ekonomi, konsep diri,
dan sikap
Sebenarnya kita dapat menyebutkan lebih
banyak lagi, namun kedelapan hal inilah yang relatif dominan untuk diperhatikan
ketika pendidik akan merencanakan pembelajaran. Dengan mengetahui rerata
tingkat kecerdasan peserta didik yang akan diberi pelajaran, maka kita dapat
menyiapkan materi dengan keluasan dan kedalaman yang sesuai. Demikian pula
dengan mengetahui rerata motivasi dan minat belajar peserta didik, pendidik
dapat mempersiapkan metode yang sesuai. Semua hal yang berkaitan dengan kondisi
peserta didik sangat bermanfaat dalam perencanaan pembelajaran, karena tentunya
tidak mungkin kita membuat perencanaan yang muluk-muluk tetapi ternyata tidak
dapat dilaksanakan lantaran tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik
yang akan diajar.
2. Sarana Prasarana
Sekolah
Informasi tentang apa saja sarana prasarana
yang tersedia di sekolah tempat kita mengajar sangat penting diketahui, agar
bila pendidik ingin menerapkan suatu metode atau ingin menggunakan media, atau
memberikan tugas kepada peserta didik dapat menyesu aikan dengan kondisi sarana
prasarana yang tersedia. Jangan sampai pendidik memberikan tugas kepada peserta
didiknya untuk kaji pustaka, tetapi ternyata perpustakaan yang tersedia tidak
memiliki buku yang harus dikaji.
Tidak semua pendidik mampu menciptakan
berbagai sumber belajar sederhana yang dapat diperoleh dengan mudah dalam
kehidupan sehari-hari, karena mencipta-kan sesuatu yang baru yang dapat menjadi
sumber belajar bukan pekerjaan yang mudah, tetapi pendidik dituntut untuk
banyak menggali kemampuan diri atau mengembangkan profesionalismenya. Mungkin
dengan sharing sesama teman yang satu
bidang studi, atau banyak membaca buku dan membuka internet mereka dapat
menemukannya. Kurikulum 2004 memang berharap agar pendidik mampu mengikuti
perkembangan IPTEK, sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang
lebih baik.
3. Keadaan Kelas
Keadaan kelas yang dimaksud meliputi jumlah peserta
didik dalam kelas dan fasilitas yang ada dalam kelas, seperti papan tulis, meja,
kursi, ventilasi, dan lain-lain. Mengapa keadaan kelas juga perlu diketahui pendidik
sebelum mengajar ? Keadaan kelas sangat mempengaruhi konsentrasi belajar peserta
didik. Coba kita bayangkan, bila ada ruang kelas sempit dengan jumlah peserta
didik yang berjubel, sedangkan ventilasi tidak ada, papan tulis masih
menggunakan kapur tulis, maka baik pendidik maupun peserta didik pasti sangat
tidak nyaman dalam proses pembelajaran. Keadaan seperti ini perlu dipikirkan pendidik
untuk mencari atau menemukan ide yang dapat mengubah suasana kelas menjadi
menye-nangkan bagi peserta didik. Jangan sampai suasana kelas yang panas,
gerah, penuh debu kapur beterbangan, sumpek, ditambah dengan pembelajaran yang
monoton dan tidak menarik, akan menambah sumpek dan tidak kerasan peserta didik
di kelas.
Salah satu cara mengatasi keadaan seperti
itu mungkin pendidik merencana-kan pembelajaran yang banyak mengajak peserta
didik beraktivitas di luar kelas. Suasana yang berbeda akan dapat menarik
perhatian peserta didik. Dapat pula pembelajaran tetap di kelas, tetapi peserta
didik sering diajak belajar sambil bermain, atau ceramah diselingi humor yang
dapat menghidupkan suasana, sehingga peserta didik lupa dengan kepenatan
di kelas.
4. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah di sini tidak
terbatas pada keadaan halaman, lapangan, atau taman yang ada di sekolah, tetapi
juga mencakup bagaimana interaksi peserta didik dengan pendidik, Kepala
Sekolah, karyawan, maupun peserta didik dengan peserta didik lainnya. Mengenai
lingkungan yang berkaitan dengan keindahan, meru-pakan faktor yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar peserta didik meskipun tidak secara langsung. Hal ini
karena halaman yang asri, taman yang indah dilihat mata akan memberikan dampak
positif kepada peserta didik, setidaknya mereka menjadi betah di sekolah. Hubungan
antar sesama insan yang berada di sekolah sangat membantu kenyamanan peserta
didik di sekolah. Informasi mengenai siapa peserta didik yang mudah atau sulit
bergaul sangat diperlukan pendidik ketika mereka mengalami masalah.
PENUTUP
Di dunia ini
tidak ada sesuatu datang tiba-tiba dalam kehidupan seseorang. Demikian pula
untuk dapat menjadi seorang pendidik atau instruktur yang baik dan profesional,
tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi perlu usaha keras untuk
mencapainya. Melalui micro teaching
diharapkan keprofesionalan seorang calon pendidik akan terbentuk perlahan-lahan
dengan berbagai latihan/praktik dan pembe-kalan berbagai keterampilan dasar
mengajar. Dengan penuh kesabaran dalam mem-praktikkan keterampilan demi
keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh seorang calon pendidik,
diharapkan keprofesionalan sebagai pendidik akan terbentuk dengan baik sampai
pada praktik yang sesungguhnya. Semua hal yang belum terbiasa akan terasa berat
dijalani, namun seiring berjalannya waktu keprofesionalan kita seba-gai
pendidik akan mulai mengisi sanubari kita hingga mendarah daging dalam tubuh
yang tertampilkan dalam performance
pendidik yang pantas diteladani. Hidup ini penuh
pilihan, semoga pilihan kita sebagai pendidik adalah pilihan yang tepat untuk
masuk surga (Amiiin).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2007). Panduan
Pengajaran Mikro. Yogyakarta : UPPL – UNY.
Aleks Masyunis. (2000). Strategi
Kualitas Pendidikan MIPA di LPTK. Makalah pada Seminar Nasional FMIPA UNY
tanggal 22 Agustus 2000.
Atwi Suparman. (1993). Desain Instruksional. Jakarta: PAU – UT.
Beek,
K. V. & Louters, L. (1991). Chemical language skills, investigating the
deficit. Journal of Chemical Education,
68(5), 389-392.
Cizek,
G. J. (2000). Pockets of Resistance in
the Assessment Revolution, Educational Measurement : Issues and Practice.
Summer 2000. Volum 19, Number 2.
Hardaniwati,
M., dkk. (2003). Kamus Pelajar. Jakarta : Pusat bahasa,
Depdiknas.
Lynch,
Patrick. (1989). Language and communication in the science classroom. Journal of Science and Mathematics Education
in S. E. Asia, XII(2), 33-41.
Mukminan. (2003). Pengembangan Silabus Matakuliah Pengajaran Mikro bdan PPL Berdasarkan
KBK. Makalah Seminar dan Lokakarya. Yogyakarta :
UPPL - UNY.
Oemar Hamalik. (1994). Media Pendidikan. Jakarta : Alumni.
Pasaribu dan Simanjuntak. (1983). Proses
Belajar-Mengajar. Bandung :
Tarsito.
Sudiyono, Anas. (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (1997). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Yusufhadi Miarso. (1984). Teknologi
Komunikasi Pendidikan, Pengertian dan Pengem-bangannya, Media Pembelajaran.
Jakarta :
Rajawali.
* Makalah disampaikan dalam Bimbingan Teknis
Tenaga Pelatih Konservasi dan Pemugaran, Direktorat Jenderal Sejarah dan
Purbakala, Balai Konservasi Peninggalan Borobudur, pada tanggal 19 Mei 2011 di Balai Konservasi
Peninggalan Borobudur.
** Dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY
Posting Komentar